Belum lama ini band metal asal Iowa ini dwawancarai oleh DIY Mags mengenai album baru mereka setelah hampir sekian lama hiatus. Alasan utama mereka hiatus ternyata cukup mengejutkan, apakah itu? simak petikan wawancara mereka di DIYMags berikut ini:
Selama 20 tahun terakhir ini, Slipknot telah membangun image mereka sebagai band yang penuh dengan kekerasan, kehancuran, kemarahan, pembunuhan massal, kegelapan, dan lain-lain. Band yang dikenal dengan reputasinya utnuk mengahancurkan segala sesuatu ini menjadikan empat album terakhir yang mereka rilis sebelumnya sebagai kekuatan musik yang baru. Lebih dari sekedar grup metal yang menyalahi kesadaran publik, mereka sangat mengagetkan banyak orang, mereka kontroversial, dan pada waktu tertentu, mereka hampir merasakan bahwa mereka bukan manusia.
Sudah 4 tahun berlalu ketika mereka kehilangan bassis mereka Paul Gray karena meninggal dunia dan hal itu merubah band secara keseluruhan. Sebelum hiatus tersebut datang dan berlalu, mengancam kejayaan dari Slipknot, hal-hal tersebut sudah mereka lalui, tapi mereka belum pernah menghadapi permasalahan seperti ini. Untuk pertama kalinya, mereka merasa perlu mencopot topeng mereka, dan membiarkan mereka menjadi manusia di depan publik. Mereka harus belajar bagaimana untuk menyembuhkan.
"Ada suatu waktu dimana tidak ada jaminan bahwa kami akan melanjutkan segala sesuatunya," kata frontman band, Corey Taylor, menjelang rilis rekaman kelima mereka yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama ".5: The Gray Chapter". "Bukan karena kami tidak mau melanjutkan, tetapi karena kami tidak yakin apa arti dari band ini tanpa kehadirannya. Dia adalah jantung dari band ini, dan karena banyak hal, dia bagaikan lem yang menyatukan band ini menjadi satu kepingan utuh. Kami semua sangat berbeda dari banyak hal, bukan hanya dari selera musik namun juga sebagai manusia. Tapi musik adalah alasan utama kami tetap bersama dan menjadikan kami kuat, dan Paul merupakan bagian penting dari itu. Dia adalah orang yang pertama yang kami rasa memiliki kesamaan terhadap musikalitas ketika kami pertama kali membentuk band. Untuk kami, apalah jadinya ini semua tanpa kehadirannya."
Setelah kematian Paul Gray, anggota band lainnya menghabiskan waktunya utuk kembali ke kehidupan masing-masing dengan masa depan band yang masih belum jelas. Bahkan, hanya sekitar 12 bulan terakhir ini -dan seiring dengan kepergian drummer Joey Jordison karena alasan pribadi- band merasa mereka merasa siap untuk berpikir ulang mengenai rencana membuat rekaman baru mereka.
"Saya rasa hal ini cukup penting dalam dua tahapan," kata Corey, selama masa-masa dimana mereka menunggu kepastian masa depan band. "Pertama, kami membutuhkan waktu untuk berduka, dan kami harus menenangkan diri intuk menerima kenyataan yang sedang terjadi saat itu. Kami semua mengalami konflik batin dengan diri kami sendiri. Hal itu kami tuangkan ke dalam album kami yang baru. Pada waktu itu, kami hanya membutuhkan waktu untuk menyembuhkan diri, dan di sisi lain, kami tidak ingin melakukan hal-hal yang tidak kami inginkan. Kata hati kami mungkin mengatakan, 'Kau harus masuk ke dalam dan melakukan sesuatu', tetapi kami tidak ingin melakukan itu. Kami selalu menuliskan takdir kami sendiri dan menyetir kapal kami sendiri dengan berbagai cara. Kami sadar bahwa kami tidak bisa didorong -baik positif ataupun negatif- untuk melakukan sesuatu yang kami rasa bukan pada waktu yang tepat. Pada poin yang sama, kami tidak tahu kisah apa yang kami ingin ceritakan. Dengan mengambil waktu untuk jeda sejenak dan memungkinkan kami untuk mendapatkan apa yang sebenarnya kami inginkan dalam bermusik, sangatlah penting, bukan hanya untuk kesehatan musik kami saja, namun untuk kesehatan band secara keseluruhan juga."
"Kembali lagi ke studio menjadi pengalaman yang berbeda setelah persitiwa tersebut. Kami mengetahui bahwa kami harus masuk dengan keadaan kepala tertunduk, membuat album ini menjadikan komunikasi kami dengan satu sama lain semakin kuat. "Saya rasa itu seperti, 'Ayo lakukan itu, Ayo masuk ke studio dan lihat apa yang akan terjadi.' Kami sudah menyiapkan beberapa demo yang sangat bagus dengan tingkat potensial yang tinggi. Saya rasa anda dapat mempersiapkan segala sesuatu, namun ketika anda masuk ke dalam sana (studio), kau tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Ini menjadi seperti, mari masuk, mari menyambung-ulang, mari lihat apa yang akan terjadi, mari kesana demi satu sama lain."
Dari berbagi cara, hal tersebut yang kami pilih karena kami menjadi sering berbicara satu sama lain mengenai apa yang telah kami lalui selama masa-masa sulit itu, karena setiap orang melaluinya dengan cara yang berbeda, dan kami tidak pernah membicarakan hal itu sebelumnya. Ini memungkinkan kami untuk memilliki waktu sendiri, dimana kami bisa berbicara apa yang telah kami lalui selama waktu tersebut. Kami semua berada di rumahku di hari kami kehilangan Paul, dan itu merupakan hari yang sangat berat. Itu pertama kalinya kami saling bertemu satu sama lain setelah waktu yang lama. Tidak ada satupun dari kami yang berbicara, hanya luapan emosi yang tersiratkan. Jadi, bagi kami duduk bersama di satu ruangan lagi dan membicarakan hal-hal yang telah kami lalui adalah sangat, sangat menyehatkan."
"Album ini seperti menceritakan kisah-kisah empat tahun terakhir kami. Entah itu seperti lagu perpisahan, yang mana kami alami ketika kami semua duduk bersama di rumahku, d hari kami kehilangan Paul, dimana kami sangat bersedih, atau seperti lagu dimana Paul berada disana, lagu yang merayakan semangatnya. Ada lagu yang menceritakan kemarahan yang kami rasakan, bukan hanya karena kehilangan Paul -yang mana sangat manusiawi- tetapi kemarahan kepada kami sendiri; tentang kemarahan 'Apa ada hal lain yang saya bisa lakukan?' Anda terjaga tiap malam memikirkan hal-hal sperti itu. Setiap lagu merupakan kepingan puzzle dari sebuah kisah yang akan diceritakan, dan kami harus meyakini bahwa kami menyusunnya secara baik, tidak membatasi diri kami sendiri dan meyakini bahwa itu adalah luapan emosional kami yang ingin kami rasakan."
Source:http://diymag.com/2014/10/20/slipknot-interview-we-needed-the-time-to-grieve
Tidak ada komentar:
Posting Komentar